Hanya Guru Tua Itu
mokawang
Guru tua di sebuah sekolah desa
pinggir laut Laut China Selatan
sangat cekal hatinya
setia bagaikan ombak
hari-hari menolak menjulang
tinggi tebing ilmu
sampai puncak awan
namunnya runtuh kembali
sembah ke bumi, kegagalan.
Kembali ia menghimpun pasir-pasir usaha
membentuk pantai-pantai putih bersih
walaupun kedengaran angin keruntuhan keras melanda
kelihatan camar-camar menyambar mangsa
jangan sekali-kali lemah seperti selut
biar acapkali berubah seperti teluk.
Ke mana silapnya anak-anakku ini
kian hari kian jauh
dari pengkalan budi nurani
terhempas ombak dilambung angin
terlepas tali meruntuh diri.
Bila petang berlabuh senja
kembali nelayan ke jeti
menghitung hari menggigit jari
melihat anak-anak di anjung dewasa
jauh-jauh hanyut
meninggalkan pulau usia.
Lama berlayar mengajar usia
Guru tua tadi masih memintal tali
Biar lurus tersusun tidak jadi kusut
mudah diikat pada tiang seri kasih.
Anak-anak di desa nelayan ini
perlu diajar mengenali buih
mengutip karang-karang kehidupan
menulis di gigi-gigi air
meniti-niti di pucuk ombak
menangkap kerisi pukat tasi
dan desiran angin keras
deruan ombak-ombak kehidupan
menjadi laman kebiasaan
melupai warisan pantai penderitaan.
Anak-anak nelayan kampung ini
biar gagah sungguh-sungguh
berani setapak gerak selangkah
perkasa bagaikan Panglima Awang
membelah bumi mahu berdagang
di laman orang
Pada kala ini
badai kemusnahan tetap memukul lagi
tiada tanda-tanda berhenti
jika runtuh tebing harapan
tetap menjadi beting impian
tetap menjadi penahan ombak kesengsaraan
tetap menjadi penghalang angin kesedihan.
Ayuh kita menatang buih di laut
supaya tidak pecah, berkecai di perut.
Hanya guru tua itu tadi
anak-anak tidak lagi kesejukan
ibu ayah diberi pembelaan
di sebuah pondok penderitaan.
Jari-jemari tua itu tetap menari-nari
dibibir mereka desa nelayan ini.
2009
No comments:
Post a Comment